"Di Sultra terdapat 9 bahasa daerah, 7 di antaranya terancam punah," kata Uniawati. Tujuh bahasa yang terancam tersebut adalah Bahasa Ciacia, Bahasa Culambacu, Bahasa Lasalimu Kamaru, Bahasa Kulisusu, Bahasa Moronene, Bahasa Muna, dan Bahasa Tolaki.
Uniawati menekankan pentingnya penanganan segera agar ketujuh bahasa tersebut tidak benar-benar punah. Menanggapi hal ini, Pj. Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto, menyatakan bahwa pihaknya akan meminta daerah untuk memberikan manuskrip terkait bahasa daerah yang ada di wilayah masing-masing. "Nantinya kita akan melakukan pencatatan agar kita bisa ingat, kemudian kita daftarkan ke UNESCO. Hal ini juga sudah saya tugaskan kepada Kepala KBST untuk mengumpulkan 9 bahasa daerah yang ada," ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Sultra berencana untuk memasukkan bahasa-bahasa daerah ke dalam kurikulum pembelajaran, sehingga para pelajar dapat mempelajarinya dan mencegah kepunahan bahasa daerah. "Kita akan siapkan dulu bahan pengajaran, itu nanti tugasnya KBST. Nantinya kita juga akan melakukan studi tiru pada daerah-daerah lain di Indonesia," tambah Andap.
Andap juga mengimbau para kepala daerah untuk menggunakan bahasa daerah dalam kegiatan formal sebagai langkah untuk menjaga keberadaan bahasa tersebut. "Bahasanya harus dipakai, misalnya ucapan-ucapan umum seperti 'apa kabar?' dan lain-lain. Hal ini merupakan langkah kecil untuk menjaga keberadaan bahasa daerah kita," pungkasnya.
Sumber asli: https://kendariinfo.com/7-dari-9-bahasa-daerah-di-sultra-terancam-punah-pj-gubernur-instruksikan-ini/