Bahasa-bahasa daerah yang telah diterjemahkan mencakup berbagai bahasa yang tersebar di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Sementara itu, untuk pulau-pulau lainnya seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, penerjemahan masih dalam tahap penjajakan.
Ishom menjelaskan bahwa di pulau Sumatera, hampir semua bahasa daerah telah diterjemahkan, kecuali bahasa Lampung. Di pulau Jawa, semua bahasa telah diterjemahkan, kecuali bahasa Betawi. Di Kalimantan, bahasa Banjar dan bahasa Dayak sudah diterjemahkan, meskipun untuk bahasa Dayak masih ada variasi yang belum tercover. Di Sulawesi, terdapat penerjemahan dalam bahasa Kaili, Bugis, dan Mandar. Di Maluku, bahasa Melayu Ambon sudah diterjemahkan, dan di Bali juga sudah ada terjemahan, sementara bahasa daerah di NTT dan Papua masih dalam proses.
Penerjemahan Alquran dalam bahasa daerah ini merupakan upaya pelestarian kebudayaan yang sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Ishom menekankan pentingnya penerjemahan Alquran sesuai dengan bahasa setempat agar masyarakat dapat memahami pesan-pesan Alquran dalam bahasa mereka sendiri.
Proses penerjemahan melibatkan banyak pihak, termasuk akademisi, tokoh agama, tokoh adat, dan lembaga pelestarian bahasa daerah setempat. Kemenag bekerja sama dengan kampus-kampus UIN, IAIN, dan STAIN di berbagai daerah di Indonesia, serta tokoh masyarakat dan lembaga pelestarian bahasa daerah.
Dalam pendistribusiannya, Kemenag bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota setempat untuk menyebarkan cetakan Alquran terjemahan bahasa daerah. Pemilihan bahasa daerah yang digunakan dalam penerjemahan didasarkan pada dua alasan utama: pertama, bahasa daerah dengan jumlah penutur yang banyak, dan kedua, bahasa daerah yang terancam punah.
Sumber asli: https://republika.co.id/berita/s3tuvs463/alquran-sudah-diterjemahkan-ke-dalam-26-bahasa-daerah-di-indonesia