Ketua AMSI, Wenseslaus Manggut, menekankan pentingnya media, terutama media siber, untuk menjadi pelindung kepentingan publik, termasuk perempuan dan anak. Ia menyoroti maraknya eksploitasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan di media dan platform digital. Salah satu dari 11 indikator yang disusun AMSI fokus pada pemberitaan yang sensitif terhadap isu perempuan dan anak.
Eric Sasono dari Internews Indonesia menyebut bahwa penerapan indikator ini masih menghadapi tantangan budaya patriarki. Sementara itu, Upi Asmaradhana dari AMSI wilayah timur menegaskan bahwa indikator ini menjadi panduan teknis bagi redaksi dalam membangun kepercayaan publik dan menjaga keamanan merek.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menilai media memiliki peran besar dalam menghapus diskriminasi berbasis gender dan membentuk opini publik. Hal senada disampaikan Musdah Mulia dari ICRP, yang menekankan pentingnya pendidikan dan literasi media untuk mendorong perubahan budaya.
Titi Eko Rahayu dari Kementerian PPPA menambahkan bahwa pemberitaan soal kesetaraan gender perlu dilakukan secara konsisten dan menggunakan pendekatan kekinian agar lebih mudah dipahami. Ia menegaskan dukungan kementerian dalam bentuk fasilitasi pelatihan atau diskusi lanjutan.
Indikator kepercayaan publik ini mulai disusun AMSI sejak 2021 melalui FGD di Jakarta dan Makassar, melibatkan lebih dari 50 pihak dari berbagai sektor. Workshop seri kedua ini diikuti oleh 50 peserta dari seluruh wilayah AMSI dan akan dilanjutkan dengan seri ketiga yang membahas kepercayaan publik dari perspektif ekonomi dan bisnis.
Sumber asli: https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/amsi-pers-harus-jadi-medium-penghapusan-diskriminasi-gender/