Dalam tulisan ini, Anwar Hudijono menekankan pentingnya itikaf di 10 hari terakhir Ramadan sebagai amalan utama yang dicontohkan Rasulullah ?»????. Itikaf bukan sekadar berdiam diri di masjid, tetapi merupakan diam yang penuh makna spiritual dan transformasi jiwa, berbeda dari sekadar pasif.
Di era banjir informasi dan polusi digital seperti sekarang, belajar diam dalam itikaf menjadi sarana penting untuk menjernihkan pikiran dari hoaks, fitnah, dan kebisingan dunia maya. Sayangnya, fenomena ?ó?é¼?ôitikaf?ó?é¼?¥ zaman sekarang sering disalahartikan, misalnya mengisi waktu di masjid dengan bermain TikTok, WhatsApp, atau mencari WiFi gratis, bukan berdzikir dan tafakur.
Penulis menyoroti bahwa diam dalam itikaf seharusnya mengarah pada perenungan mendalam dan koneksi spiritual kepada Allah, sebagaimana ciri-ciri ulul albab dalam QS. Ali Imran 190?ó?é¼?Ç£191. Ulul albab adalah orang yang:
Selalu berdzikir dalam segala keadaan
Memikirkan ciptaan Allah dengan akalnya
Mencari makna hidup dan tujuan keberadaannya
Islam, menurut penulis, adalah agama yang mendorong berpikir?ó?é¼?Ç¥berbeda dari dogma taqlid buta. Oleh karena itu, ulul albab mewakili sosok cerdas yang tunduk kepada kebesaran Allah, tidak terjebak dalam rasionalitas semata seperti intelektual sekuler.
Intinya, itikaf adalah jalan menuju ulul albab, manusia dengan akal, hati, dan spiritualitas yang menyatu. Bukan hanya berakal, tapi juga berzikir dan bertafakur dalam heningnya masjid.
Sumber asli: https://surabayaonline.co/2024/04/02/belajarlah-diam/