Ketika massa aksi meninggalkan Kantor Gubernur Sultra dan menolak untuk berdiskusi dengan Asrun Lio, Kasat Pol PP Hamim Imbu yang berada di lokasi justru naik pitam. Ia menggertak sejumlah jurnalis yang akan memasuki ruangan pertemuan dan melarang pendemo membawa atribut demo. Meskipun massa memilih mengikuti instruksi karena aksi tersebut adalah aksi damai, situasi semakin memanas ketika salah satu massa membawa selembar bendera IJTI ke dalam ruangan. Hamim Imbu meminta agar bendera itu tidak dibawa masuk, tetapi massa memilih melipat dan mengamankan bendera organisasi tersebut dalam tas.
Situasi semakin tegang ketika Hamim Imbu memarahi sejumlah wartawan yang memperlihatkan petaka, meskipun massa telah berada di depan kantor. Massa merasa geram karena mereka menilai Kasat Pol PP Sultra terlalu berlebihan dalam merespons hal-hal yang tidak perlu dipermasalahkan. Akibat tindakan Hamim Imbu, kericuhan pun terjadi, dengan massa dan Satpol PP Sultra saling dorong dan kejar-kejaran di depan Kantor Gubernur Sultra.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkosono, mengkritik sikap Kasat Pol PP Sultra yang dianggap arogan dan tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin. "Justru dia yang memprovokasi massa dan anggotanya untuk ribut, hanya gara-gara kita memperlihatkan petaka," ungkapnya dengan kesal.
Untungnya, kericuhan tidak berlangsung lama. Namun, massa memastikan akan kembali menggelar aksi untuk mengawal kasus penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh anak buah Abdul Latif, termasuk arogansi Kasat Pol PP Sultra, sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Aksi ini mencerminkan ketegangan antara jurnalis dan aparat dalam konteks kebebasan pers dan hak untuk menyampaikan pendapat di ruang publik.