Hj. Mimik mengungkapkan bahwa fraksinya telah melakukan kajian mendalam terkait hal ini, mencakup aspek yuridis, sosial, ekonomi, dan teknis. Hasil kajian tersebut menghasilkan sejumlah catatan penting. Ia menegaskan bahwa penyusunan RTRW Kabupaten Sidoarjo harus mengacu pada RTRW nasional dan provinsi, sesuai dengan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Namun, saat ini RTRW Provinsi Jawa Timur masih dalam tahap perumusan Persetujuan Substansi (Persub) oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Oleh karena itu, Hj. Mimik menyarankan agar perumusan dan pembahasan Raperda RTRW Kabupaten Sidoarjo ditunda hingga Perda RTRW Provinsi Jatim secara sah ditetapkan dan diundangkan. Jika pembahasan tetap dilanjutkan dengan mengacu pada Perda RTRW Provinsi Jatim yang lama, maka isi Perda RTRW Kabupaten Sidoarjo akan menjadi rancu dan berpotensi cacat prosedur.
Ia juga mengingatkan Pansus Raperda RTRW Kabupaten Sidoarjo tahun 2024-2044 agar tidak dijadikan sebagai "mesin cuci" untuk berbagai pelanggaran alih fungsi yang tidak sesuai peruntukan, terutama yang terjadi sejak tahun 2009 hingga 2023. Hj. Mimik khawatir jika Pansus tetap memaksa melakukan pembahasan tanpa menyelesaikan kasus alih fungsi, maka ada potensi terkena pasal pidana sesuai dengan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
Sumber asli: https://radarbangsa.co.id/fraksi-grindra-dprd-sidoarjo-angkat-bicara-terkait-pansus-rtrw-dinilai-kurang-relevan/