Kita mahfum, kalangan artis menjadi bagian pelaku budaya bangsa. Mereka?áada yang terjun di dunia musik, panggung komedi, aras karawitan, domain menari, fokus di belahan film maupun sinetron bahkan ada yang konsentrasi pada bidang dakwah, sebagai host dan jurnalis, maupun iklan layanan masyarakat dan sebagainya.
Para artis itulah yang kemudian mewakafkan dirinya memberikan hiburan, asupan pengetahuan, ketampilan maupun sikap hingga bisa turut mendewasakan kita melalui peran kontribusinya dalam dunianya masing-masing. Acap kita menjadi aneh, seakan bukan lagi
menjadi diri kita sendiri. Coba kita tengok sebentar ke dalam sekujur kita (in-out), kala seorang artis mendaftar sebagai caleg (calon legislatf) atau masuk dalam DCS /DCT anggota parlemen, tak sedikit dari mereka yang diolok-olok, dilemahkan bahkan di-bully lewat dunia maya dan alam nyata.
Mengapa juga, kita masih iri atau tak terima ketika para artis itu melakukan eksplorasi di dunia lain, merumput di bidang lain, mengadu nasib berlari ke Senayan. Kita
seolah merawat egois yang tak hingga, dan menolak bahkan melawan para artis turut ke dalam barisan politisi. Masyarakat kita sangat mencintai dan menikmati produk para artis lewat suaranya, aksinya, lucunya, keluwesannya, entertaint-nya, cas-cis-cis-nya. Tapi di ujung lainnya kita mencaci, merendahkan dan
mensubordinat para artis yang kerap dilabeli sebagian warga, gak bisa apa-apa saat terjun di tataran politik.
Baca juga:
Kampus Merdeka Tantangan Bagi Dosen
Sudah seharusnya kita tak memaksakan kehendak untuk menghentikan itikad dan langkah kawan-kawan artis untuk mendedikasikan diri membangun tanah air melalui suaranya di DPR/DPRD. Bukakah kita menginginkan setiap anak bisa punya multi talenta. Jika
bisa, kenapa tidak. Memangnya masyarakat mau menjamin biaya hidup artis kalau tidak diversifikasi profesi.
Apalagi sekarang tak ada yang murah, semua berbayar apalagi harga beras sedang melambung. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Patut
dicatat dalam sentilan lagu Megy Z, ?ǣ?Ǫjangan berlayar kalau kau takut gelombang, jangan bercinta jika kalian takut sengsara,?Ǫ.?ǥ
Kita tak perlu sok tahu, sok perhatian dan sok paling bisa, karena apa, kala kita apriori kepada orang lain, itu kemudian sejatinya kita sedang mempertontonkan ketidakmampuan kita sendiri secara benderang. Iri, nyinyir itu tanda tak mampu. Mengapa kita tidak bersyukur, mendoakan dan menyuport para artis agar seni budaya kita terawat dan berkelindan dengan baik, melalui proses bisnis dalam urusan reses, legislasi dalam perundangan.
Sumber asli: https://www.balipost.com/news/2023/10/28/370644/Kenapa-Nyinyir-pada-Caleg-Artis.html