Menurut Hifdzil Alim, kuasa hukum KPU RI, dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM seharusnya diajukan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), bukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia berargumen bahwa kewenangan untuk memeriksa jenis pelanggaran tersebut diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Pemohon yang memilih memasukkan permohonan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM kepada MK daripada kepada Bawaslu padahal masih ada waktu itu 14 hari, adalah benar-benar salah alamat dan patutlah untuk ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," jelas Hifdzil dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 di MK pada Kamis (28/3/2024).
Kubu Ganjar-Mahfud dalam gugatannya mendalilkan adanya pelanggaran TSM berupa nepotisme yang melahirkan abuse of power terkoordinasi. KPU menanggapi bahwa definisi nepotisme dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 dan definisi pelanggaran administrasi pemilu TSM dalam Perbawaslu 8/2022 memiliki kesesuaian. Oleh karena itu, KPU menilai dugaan nepotisme dan TSM dapat diperiksa berdasarkan ketiga peraturan tersebut, sehingga dalil pemohon mengenai kekosongan hukum menjadi tidak relevan.
Sidang pemeriksaan lanjutan PHPU Pilpres di MK pada Kamis (28/3/2024) ini beragenda mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, serta pemberi keterangan untuk dua perkara: permohonan dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Sumber asli: https://www.suarasurabaya.net/politik/2024/kuasa-hukum-kpu-ganjar-mahfud-salah-alamat-soal-tsm/