Menurut Zainut, skema BPIH harus memperhatikan dua aspek utama, yaitu keadilan dan keberlanjutan. Komposisi antara biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan dana nilai manfaat harus dihitung secara tepat agar hak seluruh jemaah, termasuk yang masih mengantre keberangkatan hingga puluhan tahun, tetap terjaga.
Ia menegaskan nilai manfaat bukan hanya milik jemaah yang berangkat tahun ini, tetapi juga hak mereka yang telah membayar setoran awal dan masih menunggu antrean hingga 40 tahun. Zainut menyoroti bahwa penggunaan nilai manfaat pernah mencapai 59 persen pada 2022 akibat kenaikan biaya masyair di Arab Saudi, sehingga pemerintah harus mengatur penggunaannya dengan bijak agar tidak menggerus dana tersebut.
MUI mengingatkan jika pengelolaan dana haji oleh BPKH tidak optimal dan komposisi Bipih serta nilai manfaat tetap tidak proporsional, nilai manfaat bisa habis pada 2027. “Sehingga jemaah haji tahun 2028 harus membayar full 100 persen. Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat dari simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun,” ujar Zainut.
Dengan naiknya Bipih, MUI mendorong Kemenag untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi jemaah agar mereka dapat menjalankan ibadah haji dengan aman, nyaman, dan mencapai haji mabrur.
Sumber asli: https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/mui-sebut-besaran-biaya-haji-sudah-proporsional/