Pura yang memiliki luas 1 hektar ini terdiri dari sejumlah palinggih. Keunikan Pura Agung Gunung Raung terletak pada orientasi pelinggihnya yang menghadap ke timur, sehingga para pemedek yang bersembahyang di pura ini menghadap ke barat, yaitu ke arah Gunung Raung di Jawa. Hal ini berbeda dengan kebanyakan pura di Bali, di mana pelinggih dan cara sembahyang umumnya menghadap ke utara atau timur.
Orientasi ini diyakini memiliki hubungan historis yang kuat, di mana pelinggih Pura Agung Gunung Raung di Taro memiliki keterkaitan dengan Gunung Raung di Pulau Jawa.
Bendesa Adat Taro Kaja, I Nyoman Tunjung, menjelaskan bahwa menurut cerita para leluhur, sebelum ada penduduk dan bangunan pelinggih pura, wilayah ini merupakan hutan belantara yang lebat. Rsi Markandeya dari Jawa adalah sosok yang pertama kali datang ke tanah Bali. Saat tiba di utara ngeruak, tempat tersebut kini dikenal sebagai Puakan.
Ketika Rsi Markandeya berada di Desa Puakan, ia melihat sinar yang memancar ke langit dari lokasi Pura Agung Gunung Raung di Desa Taro saat ini. Melihat fenomena tersebut, Rsi Markandeya bersama pengiringnya menuju sumber sinar tersebut dan mendirikan pura di tempat itu.
Karya ageng ini menjadi momen penting bagi umat Hindu untuk memperkuat ikatan spiritual dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Sumber asli: https://www.balipost.com/news/2023/11/18/374080/Karya-Bhatara-Turun-Kabeh-di...html