Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan bahwa dalam delapan tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah terjadi 73 konflik agraria akibat proyek-proyek strategis, mencakup berbagai sektor seperti infrastruktur, pertanian, dan tambang. Proyek-proyek tersebut, seperti pembangunan sirkuit Mandalika dan Bendungan Bulango Ulu, telah menyebabkan penggusuran tanah milik masyarakat tanpa musyawarah yang memadai.
Sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan di Indonesia sering kali hanya menguntungkan pengusaha dan investor, sementara hak-hak rakyat diabaikan. Suara masyarakat yang tergusur sering kali tidak didengar, dan pemerintah seharusnya lebih bijak dalam menjalankan proyek-proyek tersebut, melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Kisah Umar bin Khattab menjadi teladan dalam hal ini, di mana beliau menunjukkan kepedulian terhadap hak-hak rakyat, bahkan ketika berhadapan dengan penguasa yang berkuasa. Ketika seorang kakek Yahudi mengadukan penggusuran rumahnya untuk pembangunan masjid, Umar tidak ragu untuk menegur gubernur yang bertindak sewenang-wenang. Ini menunjukkan bahwa pemerintah seharusnya melindungi hak-hak rakyat dan tidak mengorbankan mereka demi kepentingan proyek strategis.
Penting bagi pemerintah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak merugikan rakyat, melainkan memberikan manfaat yang nyata bagi semua pihak.
Sumber asli: https://www.datariau.com/detail/opini/pembangunan-yang--tak--menggusur-rakyat