Meskipun pemerintah mengklaim proyek ini akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kenyataannya kerusakan hutan terus terjadi. Misalnya, pada 2023, lebih dari 33 ribu hektar hutan di Kalimantan Barat dihancurkan. Pemerintah juga tetap mendorong co-firing biomassa dan proyek-proyek strategis seperti food estate dan kawasan industri, yang justru mempercepat kerusakan lingkungan.
Aktivis lingkungan seperti Amalya Reza dan Beyrra Triasdian dari Trend Asia menyarankan agar pemerintah menghentikan pembangunan PLTU baru, memensiunkan pembangkit fosil, dan mengoptimalkan penerapan pajak karbon. Potensi pendapatan dari pajak karbon bisa mencapai Rp23,6 hingga Rp145 triliun per tahun—jauh lebih besar dari hasil perdagangan karbon.
Mereka menekankan perlunya pendekatan non-pasar yang lebih adil dan berkelanjutan, seperti pemulihan hutan dan pemberdayaan masyarakat terdampak, bukan solusi palsu yang berisiko memperparah krisis iklim.