Menurut Sigit, pemberian efek jera harus diberikan secara adil dan transparan kepada para pelaku, termasuk dalang dan pendukung aksi terorisme. Ia mencontohkan salah satu praktik penegakan hukum yang belum adil, yaitu penyiaran proses penangkapan terduga teroris di media televisi, yang menurutnya bisa menimbulkan trauma bagi keluarga pelaku.
Sigit juga menegaskan bahwa isu HAM tidak boleh dijadikan tameng oleh pelaku untuk menghindari proses hukum. Ia mendorong agar hubungan antara aparat penegak hukum, tokoh agama, dan masyarakat direvitalisasi guna mencegah pelemahan penanganan kasus terorisme.
Dalam disertasinya yang berjudul "Model Penanggulangan Terorisme yang Berkeadilan di Indonesia", Sigit merumuskan tiga poin penting. Pertama, pendekatan terhadap narapidana dan mantan narapidana terorisme sebaiknya menggunakan metode lunak dan cerdas (soft and smart approach), sementara pendekatan kekerasan (hard approach) hanya dilakukan sebagai pilihan terakhir. Kedua, penanganan terorisme yang bermotif agama harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan konflik baru. Ketiga, BNPT dan Polri perlu memperkuat upaya deradikalisasi sebagai penyeimbang dari tindakan penegakan hukum yang bersifat represif seperti penangkapan dan penggerebekan.
Kolonel Sigit Karyadi merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1993 dan berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude. Ia memiliki latar belakang penugasan di bidang intelijen dan pengamanan strategis, termasuk di Pusdik Intel Kodiklatad, Paspampres TNI, dan saat ini di BNPT.
Sumber asli: https://www.balipost.com/news/2023/06/29/347436/Penegakan-Hukum-Terhadap-Pelaku-Terorisme...html