Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Buleleng, I Gede Subudi, menjelaskan bahwa pengurangan lahan cabai paling banyak terjadi di Kecamatan Gerokgak, khususnya di Desa Sumberklampok, Sumberkima, dan Pejarakan. Meskipun sisa lahan yang ada dapat menghasilkan sekitar 14.783 kwintal cabai rawit, jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Namun, sebagian besar hasil produksi cabai saat ini diserap oleh pengepul dan dijual ke wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, karena harga yang ditawarkan oleh pengepul lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh Perumda Swatantra.
Subudi menambahkan bahwa petani lebih tertarik untuk menanam komoditas yang lebih hemat air dan tidak memerlukan perawatan ekstra, seperti kacang gude (undis), jagung, dan kunyit. Harga kacang undis yang saat ini mencapai Rp 100 ribu per kilo menjadi daya tarik tersendiri bagi petani. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya tidak dapat memaksa petani untuk tetap menanam cabai, mengingat tantangan yang dihadapi dalam perawatan tanaman cabai yang rentan terhadap penyakit.
Untuk mengatasi penurunan lahan cabai, Dinas Pertanian Buleleng, bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) Bali, sedang mendistribusikan 100 ribu bibit cabai ke empat kecamatan. Bibit-bibit tersebut diperkirakan dapat dipanen pada Januari 2024, tergantung pada ketersediaan air di masing-masing daerah. Subudi menekankan pentingnya menjaga ketersediaan air agar bibit tidak mati, yang dapat merugikan petani yang telah mengeluarkan modal untuk pupuk dan perawatan.
Sumber asli: https://www.balipost.com/news/2023/11/22/374713/Produktivitas-Cabai-di-Buleleng-Menurun...html