Di tengah antrean panjang, senyum warga mengembang saat menerima paket sembako murah: 5 kg beras, 1 kg minyak goreng, dan 1 kg gandum, hanya seharga Rp 82.000. PJ Bupati Lahat, M. Farid, menyampaikan harapannya agar program ini benar-benar meringankan beban masyarakat. “Semoga ini dapat membantu masyarakat kita,” tuturnya singkat namun penuh makna.
Sementara itu, di balik semangat pangan murah, Pagar Alam menghadapi tantangan berbeda. Juli 2025 mencatat insiden pencurian kopi yang menghebohkan warga. Pelaku ditangkap tangan dan diserahkan ke polisi. Tak lama berselang, longsor besar melanda jalur alternatif Lubuk Buntak–Meringang, memutus akses vital dan memaksa Kapolres serta Wali Kota turun langsung ke lokasi. Warga diminta waspada, karena ancaman longsor susulan masih membayangi.
Di sisi lain, Pemerintah Kota PALI memperkenalkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2025 tentang ketertiban umum. Namun, kebijakan ini menuai kritik. Warga mempertanyakan kesiapan fasilitas seperti TPS dan TPA, sementara aktivis lingkungan menilai aturan ini bisa menindas jika tidak diimbangi dengan solusi nyata.
Meski begitu, harapan tetap tumbuh. Bank Sumsel Babel Cabang Pagar Alam menunjukkan komitmennya dalam mendukung petani kopi lokal. Melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), mereka menargetkan pengembangan kopi Pagar Alam sebagai komoditas unggulan. Dengan Rp 1,2 triliun KUR yang telah disalurkan ke sektor pertanian dan perkebunan, tahun 2025 menjadi momen penting bagi UMKM dan petani kopi untuk bangkit dan bersaing.
Dari sembako murah di Lahat hingga longsor di Pagar Alam, dari Perda kontroversial di PALI hingga geliat ekonomi kopi lokal—Sumatera Selatan terus bergerak. Dalam dinamika yang kadang mengguncang, masyarakat tetap bertahan, berharap, dan berjuang.
Sumber asli: https://www.metrosumatera.com/ratusan-masyarakat-beli-sembako-murah/