Dia Masyarakat meminta agar penjualan aset tanah kas Desa Weru dihentikan, bahwa tanah tersebut adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dirawat. Aksi protes ini akhirnya digelar pertemuan di balai desa dengan dihadiri Forkopimcam Paciran, Satpol PP, Pemdes Weru, BPD Perwakilan LPM, tokoh masyarakat, pemuda desa, serta pihak pokmas dan pembeli tanah.
Dan berdasarkan informasi yang didapat, diketahui tanah yang kini menjadi sengketa itu adalah tanah di bibir pantai yang mengalami perluasan secara alamiah karena sedimentasi. Tanah itulah yang kemudian diperjualbelikan, yang meliputi tanah di bagian barat masjid dan bagian timur masjid Desa Weru. Untuk wilayah barat, setidaknya sudah terjual belasan kapling, dan beberapa diantaranya sudah didirikan bangunan pribadi. Sedangkan untuk wilayah timur, belum terjual dan statusnya masih dipersengketakan.
Seiring berjalannya waktu, Kepala Desa Weru kemudian berinisiatif menjual tanah di bibir pantai itu. Sedangkan untuk mengelola dana hasil penjualan tanah, diserahkan kepada pihak pokmas Sari Mustika, yang dibentuk oleh Pemdes setempat. Rencananya, dana atau uang hasil penjualan tanah itu bakal dialokasikan untuk pembuatan breakwater. Akan tetapi, aliran dana itu tidak dilakukan secara transparan dan diduga hanya dimanfaatkan oleh kepentingan pribadi semata.