Laporan oleh Farid Kusuma
Senin, 16 Oktober 2023 | 20:49 WIB
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan adanya peristiwa aneh dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai gugatan batas usia bakal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) yang diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pernyataan ini disampaikan saat membacakan dissenting opinion dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat.
"Berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda ini. Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi pada 11 April 2017, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa," ucap Saldi.
Saldi menjelaskan bahwa peristiwa aneh tersebut terjadi ketika MK mengubah pendirian dan sikapnya dalam waktu singkat. Sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, MK secara tegas menyatakan bahwa penentuan usia dalam norma tersebut adalah wewenang para pembentuk undang-undang. Namun, dalam keputusan terbaru, MK mengabulkan gugatan yang memungkinkan Warga Negara Indonesia yang belum berusia 40 tahun untuk menjadi capres atau cawapres jika memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
"Baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang," tambah Saldi.
Ia mempertanyakan fakta penting apa yang telah berubah di masyarakat sehingga MK mengubah pendiriannya dari menolak menjadi mengabulkan. Sebelumnya, MK menolak tiga permohonan uji materi yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah, dengan alasan bahwa mengabulkan gugatan untuk menurunkan syarat batas usia minimum capres-cawapres menjadi 35 tahun akan menciptakan ketidakadilan.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa penentuan usia minimum capres-cawapres adalah ranah para pembentuk undang-undang dan bahwa jika MK menentukannya, fleksibilitasnya akan hilang dan dapat memicu permohonan terkait persyaratan batas minimal usia jabatan publik lainnya.
Perkara ini diajukan oleh Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswa Universitas Negeri Surakarta, yang meminta MK mengubah batas usia minimal bakal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Dengan putusan MK ini, Gibran Rakabuming Raka, yang baru berusia 36 tahun dan menjabat sebagai Wali Kota Solo, kini dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2024.