Dalam gugatannya, Juswari menyoroti ketimpangan signifikan antara alokasi Pokir untuk pimpinan DPRD, yang mencapai Rp25 miliar hingga Rp10 miliar, dan anggota DPRD, yang hanya mendapatkan antara Rp150 juta hingga Rp1 miliar. Ia menuduh bahwa alokasi yang tidak seimbang ini merupakan hasil tekanan dari unsur pimpinan DPRD, yang mengancam tidak akan hadir atau menandatangani pengesahan APBD jika keinginan mereka tidak dipenuhi.
Juswari juga menyatakan bahwa permasalahan ini telah berlangsung sejak 2019 dan melibatkan berbagai pihak, termasuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Ia menegaskan bahwa semua data dan dokumen terkait Pokir berada di tangan BAPPEDA dan BPKAD, yang seharusnya bertindak secara profesional dan adil sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Gugatan ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap proses penganggaran dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Kampar.