Direktur WALHI Bali, Made Krisna Dinata, S.Pd., menyatakan bahwa proyek yang dibangun oleh Pelindo akan mengurangi luasan Mangrove Tahura Ngurah Rai. Ia menegaskan bahwa Proyek Strategis Nasional seharusnya tidak merusak mangrove, melainkan menjadi landasan untuk melindungi lingkungan. "Proyek Strategis Nasional tidak seharusnya menjadi legitimasi untuk menerabas mangrove," ujarnya.
I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn., dari Divisi Advokasi KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali, juga mengkritik sikap UPTD Tahura Ngurah Rai yang setuju untuk membabat hutan mangrove dalam pembangunan proyek ini. Ia menekankan bahwa perlindungan terhadap Mangrove Tahura Ngurah Rai harus diperkuat, mengingat proyek sebelumnya telah merusak 17 hektar mangrove.
Sekjen Frontier (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat) Bali, A.A. Gede Surya Sentana, menambahkan bahwa Tahura Ngurah Rai seharusnya dijadikan contoh perlindungan lingkungan, terutama karena sering dipromosikan dalam acara internasional seperti KTT G20. Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menerabas mangrove meskipun proyek tersebut merupakan Proyek Strategis Nasional.
Ketiga LSM ini menuntut agar Pemerintah Provinsi Bali tegas dalam melindungi mangrove dan tidak memberikan izin untuk proyek yang merusak lingkungan.
Sumber asli: https://www.balipost.com/news/2023/11/11/372962/Tiga-LSM-Respons-Pembangunan-Jalan...html